Mengelola sektor pemerintahan tidak jauh berbeda dengan mengelola perusahaan. Jika yang menjadi tujuan dari sektor swasta adalah kelangsungan hidup perusahaan dan kemampuan berlaba yang lestari, sebenarnya sektor publik tidak jauh berbeda. Tujuan sektor publik adalah upaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan kepercayaan masyarakat kepada pemerintah. Kesejahteraan itu tercapai apabila pelaksanaan program pembangunan berdampak positif bagi masyarakat.
Ketika nama Fadel Muhammad mengemuka sebagai Menteri Kelau tan dan Perikanan, kami teringat kepada buku karya beliau yang berjudul : “Reinventing Local Government, Pengalaman dari Daerah”. Buku tersebut memaparkan berbagai terobosan yang beliau lakukan ketika memimpin Provinsi Gorontalo, hingga Gorontalo berhasil mensejajarkan diri dengan provinsi lainnya yang telah jauh lebih dahulu berdiri.
Apakah Reinventing Government itu? Dalam sejarah perkembangan anggaran sektor publik, pendekatan yang paling banyak digunakan adalah anggaran tradisional, namun dalam pelaksanaannya, dijumpai banyak kelemahan yang cenderung mengutamakan sistem dan prosedur, belum berorientasi pada kinerja.Sejak pertengahan tahun 1980-an telah terjadi perubahan manajemen sektor publik yang cukup drastis dari sistem manajemen tradisional yang terkesan kaku, birokratis, dan hierarkis menjadi model manajemen sektor publik yang fleksibel dan lebih mengakomodasi pasar. Perubahan tersebut bukan sekedar perubahan kecil dan sederhana. Perubahan tersebut telah mengubah peran pemerintah terutama dalam hal hubungan antara pemerintah dengan masyarakat. Paradigma baru yang muncul dalam manajemen sektor publik tersebut adalah pendekatan New Public Management (NPM).
Model NPM berfokus pada manajemen sektor publik yang berorientasi pada kinerja, bukan berorientasi kebijakan. Penggunaan paradigma NPM menimbulkan beberapa konsekuensi bagi pemerintah diantaranya adalah tuntutan untuk melakukan efisiensi, pemangkasan biaya (cost cutting), dan kompetisi tender.
Salah satu model pemerintahan di era NPM adalah model pemerintahan yang diajukan oleh Osborne dan Gaebler (1992) dalam Mardiasmo (2002), yang tertuang dalam pandangannya yang dikenal dengan konsep ‘reinventing government”. Perspektif baru pemerintah menurut Osborne dan Gaebler tersebut adalah :
1. Pemerintahan katalis; fokus pada pemberian pengarahan, bukan produksi pelayanan publik. Pemerintah harus menyediakan beragam pelayanan publik, tetapi tidak harus terlibat secara langsung dengan proses produksinya. Sebaiknya pemerintah memfokuskan diri pada pemberian arahan, sedangkan produksi pelayanan publik diserahkan pada pihak swasta dan/atau sektor ketiga (lembaga swadaya masyarakat dan non profit lainnya).
2. Pemerintahan milik masyarakat; memberdayakan masyarakat daripada melayani. Pemerintah sebaiknya memberikan wewenang kepada masyarakat sehingga mereka mampu menjadi masyarakat yang dapat menolong dirinya sendirinya (self-help community).
3. Pemerintah yang kompetitif; menyuntikkan semangat kompetisi dalam pemberian pelayanan publik. Kompetisi adalah satu-satunya cara untuk menghemat biaya sekaligus meningkatkan kualitas pelayanan. Dengan kompetisi, banyak pelayanan publik yang dapat ditingkatkan kualitasnya tanpa harus memperbesar biaya.
4. Pemerintah yang digerakkan oleh misi; mengubah organisasi yang digerakkan oleh peraturan menjadi organisasi yang digerakkan oleh misi. Apa yang dapat dan tidak dapat dilaksanakan oleh pemerintah diatur dalam mandatnya. Namun tujuan pemerintah bukanlah mandatnya tetapi misinya.
5. Pemerintah yang berorientasi hasil; membiayai hasil bukan masukan. Pada pemerintah tradisional, besarnya alokasi anggaran pada suatu unit kerja ditentukan oleh kompleksitas masalah yang dihadapi. Semakin kompleks masalah yang dihadapi, semakin besar pula dana yang dialokasikan. Kebijakan seperti ini kelihatannya logis dan adil, tapi yang terjadi adalah unit kerja tidak punya insentif untuk memperbaiki kinerjanya. Justru, mereka memiliki peluang baru, semakin lama permasalahan dapat dipecahkan, semakin banyak dana yang dapat diperoleh. Pemerintah wirausaha berusaha mengubah bentuk penghargaan dan insentif itu, yaitu membiayai hasil dan bukan masukan. Pemerintah wirausaha akan mengembangkan suatu standar kinerja yang mengukur seberapa baik suatu unit kerja mampu memecahkan permasalahan yang menjadi tanggung jawabnya. Semakin baik kinerjanya semakin banyak pula dana yang akan dialokasikan untuk mengganti semua dana yang telah dikeluarkan oleh unit kerja tersebut.
6. Pemerintah berorientasi pada pelanggan; memenuhi kebutuhan pelanggan, bukan birokrasi. Pemerintah tradisional seringkali salah dalam mengidentifikasikan pelanggannya. Mereka akan memenuhi semua kebutuhan dan keinginan birokrasi, sedangkan kepada masyarakat seringkali menjadi arogan. Pemerintah wirausaha tidak akan seperti itu. Ia akan mengidentifikasikan pelanggan yang sesungguhnya. Dengan cara seperti ini, tidak berarti bahwa pemerintah tidak bertanggung jawab pada dewan legislatif; tetapi sebaliknya, ia menciptakan sistem pertanggungjawaban ganda : kepada legislatif dan masyarakat. Dengan cara seperti ini, pemerintah tidak akan arogan tetapi secara terus menerus akan berupaya untuk lebih memuaskan masyarakat.
7. Pemerintahan wirausaha; mampu menciptakan pendapatan dan tidak sekedar membelanjakan. Pemerintah tradisional cenderung tidak berbicara tentang upaya menghasilkan pendapatan dari aktivitasnya. Padahal, banyakyang bisa dilakukan untuk menghasilkan pendapatan dari proses penyediaan pelayanan publik. Pemerintah wirausaha dapat mengembangkan beberapa pusat pendapatan, seperti : BPS dan Bappeda yang dapat menjual informasi tentang daerahnya kepada pusat-pusat penelitian, pemberian hak guna usaha kepada pengusaha dan masyarakat, penyertaan modal, dan lain-lain.
8. Pemerintah antisipatif; berupaya mencegah daripada mengobati. Pemerintah tradisional yang birokratis memusatkan diri pada produksi pelayanan publik untuk memecahkan masalah publik, serta cenderung bersifat reaktif. Pemerintah wirausaha tidak reaktif tetapi proaktif. Ia tidak hanya mencoba untuk mencegah masalah, tetapi juga berupaya keras untuk mengantisipasi masa depan. Ia menggunakan perenca-naan strategis untuk menciptakan visi.
9. Pemerintah desentralisasi; dari hierarki menuju partisipatif dan tim kerja. Lima puluh tahun yang lalu, pemerintahan yang sentralistis dan hierarkis sangat diperlukan. Pengambilan keputusan harus berasal dari pusat, mengikuti rantai komando hingga sampai pada staf yang paling berhubungan dengan masyarakat dan bisnis. Pada masa itu, sistem tersebut sangat cocok, karena teknologi informasi masih sangat primitif, komunikasi antar lokasi masih lamban, dan aparatur pemerintah masih sangat membutuhkan petunjuk langsung. Tetapi pada saat sekarang, keadaan sudah berubah, perkembangan teknologi sudah sangat maju dan keinginan masyarakat sudah semakin kompleks, sehingga pengambilan keputusan harus digeser ke tangan masyarakat, asosiasi-asosiasi, pelanggan, dan lembaga swadaya masyarakat.
10. Pemerintah berorientasi pada mekanisme pasar; mengadakan perubahan dengan mekanisme pasar (sistem insentif ) dan bukan dengan mekanisme administratif (sistem prosedurdan pemaksaan).Manajemen pemer-intahan yang mengimplementasikan pemikiran NPM ini sangat berorientasi pada jiwa dan semangat kewirausahaan, maka manajemen publik baru di tu-buh pemerintah dapat disebut sebagai Manajemen Kewirausahaan.Di dalam doktrin NPM atau Reinventing Government, pemerintah dianjurkan untuk meninggalkan paradigma administrasi tradisional yang cenderung mengutamakan sistem dan prosedur, dan menggantikannya dengan orientasi pada kinerja atau hasil kerja.
Bagaimana Kinerja Pemerintah dapat Meningkat?
Menurut Callahan (2003) dalam Muhammad (2008), kinerja organisasi menggambarkan sampai seberapa jauh suatu organisasi mencapai hasil setelah dibandingkan dengan kinerja terdahulu (previous performance), dengan organisasi lain (benchmarking), dan sampai seberapa jauh meraih tujuan dan target yang telah ditetapkan. Oleh karena Pemerintah tergolong dalam organisasi publik, maka kinerjanya dapat dinilai dari sampai seberapa jauh ia memenuhi tuntutan publik melalui pemberian public goods. Kinerja Pemerintah juga menunjukkan sampai seberapa jauh
Pemerintah melaksanakan tugas dan fungsinya sebagaimana dijanjikan kepada publik.Berdasarkan teori-teori dan studi tentang kinerja, dapat diidentifikasikan faktor-faktor penting yang dapat mempengaruhi atau berperan terhadap kinerja pemerintah. Faktor-faktor tersebut adalah kapasitas manajemen, kebijakan, lingkungan, budaya organisasi, kepemimpinan, faktor endowment, karakteristik pihak yang dilayani, karakteristik tugas, struktur organisasi, dan teknologi (Muhammad, 2008). Muhammad (2008) menyatakan, bahwa apabila dikaitkan degan konteks otonomi daerah di Indonesia saat ini, maka dapat disimpulkan empat faktor yang sangat menentukan dinamika kerja pemerintah daerah. Faktor-faktor tersebut adalah kapasitas manajemen, budaya organisasi, lingkungan yang bersifat makro (dorongan atau hambatan dari luar daerah), dan lingkungan yang bersifat mikro (dorongan atau hambatan dari lingkungan lokal). Oleh karena itu, peran faktor-faktor tersebut diperhitungkan dalam model :
Pemerintah melaksanakan tugas dan fungsinya sebagaimana dijanjikan kepada publik.Berdasarkan teori-teori dan studi tentang kinerja, dapat diidentifikasikan faktor-faktor penting yang dapat mempengaruhi atau berperan terhadap kinerja pemerintah. Faktor-faktor tersebut adalah kapasitas manajemen, kebijakan, lingkungan, budaya organisasi, kepemimpinan, faktor endowment, karakteristik pihak yang dilayani, karakteristik tugas, struktur organisasi, dan teknologi (Muhammad, 2008). Muhammad (2008) menyatakan, bahwa apabila dikaitkan degan konteks otonomi daerah di Indonesia saat ini, maka dapat disimpulkan empat faktor yang sangat menentukan dinamika kerja pemerintah daerah. Faktor-faktor tersebut adalah kapasitas manajemen, budaya organisasi, lingkungan yang bersifat makro (dorongan atau hambatan dari luar daerah), dan lingkungan yang bersifat mikro (dorongan atau hambatan dari lingkungan lokal). Oleh karena itu, peran faktor-faktor tersebut diperhitungkan dalam model :
Kinerja = f (KMK, FLM, FED, FBO)
f : fungsi
KMK : Kapasitas Manajemen Kewirausahaan
FLM : Faktor Lingkungan Makro
FED : Faktor Endowment Daerah
FBO : Faktor Budaya Organisasi
Dari teori tentang kapasitas manajemen, ditemukan beberapa faktor pendukung atau penghambat yang harus diperhitungkan bagi kesuksesan penerapan kapasitas manajemen kewirausahaan, yaitu kondisi lingkungan lokal, kesiapan budaya organisasi, dan dukungan lingkungan makro. Artinya, kapasitas manajemen dapat berfungsi baik (dalam mempengaruhi kinerja) apabila didukung oleh faktor endowment daerah, budaya organisasi, dan lingkungan makro (dari luar daerah). Kerangka pikir ini, secara matematis, digambarkan sebagai berikut :
Kapasitas Manajemen = f (FLM,FED, FBO)
f : fungsi
FLM : Faktor Lingkungan Makro
FED : Faktor Endowment Daerah
FBO : Faktor Budaya Organisasi
Dengan mengintegrasikan kedua model diatas, maka disusun suatu model yang disebut Model Fadel, sebagai berikut :
Dari model tersebut, asumsi yang digunakan adalah bahwa kapasitas manajemen kewirausahaan akan berperan signifikan terhadap kinerja pemerintah, asalkan faktor lingkungan makro faktor budaya organisasi, dan faktor endowment daerah tidak menghambatnya.Dengan pendekatan itulah, Bapak Fadel Muhammad berupaya meningkatkan kinerja Pemerintah Daerah Provinsi Gorontalo, dan hasilnya sangat signifikan. Terlihat dari meningkatnya pertumbuhan ekonomi Gorontalo yang mencapai 7-8% diatas pertumbuhan ekonomi nasional dan penduduk miskin yang menurun dari 72% pada tahun 2001menjadi 33% pada tahun 2004. Dari sektor ekonomi yang menjadi andalan Gorontalo, luas areal panenan jagung meningkat 58,64% dalam tiga tahun, demikian pula produksi jagung meningkat sebesar 92,87%. Di sektor perikanan, produksi ikan hasil tangkapan mengalami peningkatan 109% dalam waktu lima tahun, atau rata-rata setiap tahun sebesar hampir 22%. Berikut ini adalah beberapa contoh terobosan yang telah
beliau lakukan dan mungkin saja dapat diimplementasikan pada Departemen Kelautan dan Perikanan :
1. Kapasitas Manajemen Kewirausahaan
Pengembangan Kapasitas Manajemen Kewirausahaan merupakan prasyarat untuk meningkatkan kinerja Pemerintah. Hal penting yang telah dilakukan adalah reformasi birokrasi pemerintah daerah. Pembenahan pertama adalah meningkatkan kinerja pegawai negeri dengan memberikan insentif melalui tunjangan kinerja daerah. Birokrasi pemerintah menghadapi masalah klasik yaitu motivasi. Mereka tidak merasa penting untuk mengembangkan prestasi karena sistem remunerasi yang tidak mengapresiasi pegawai berprestasi.
2. Faktor Lingkungan Makro
Faktor lingkungan makro yang pernah dijumpai berupa kekakuan dari instansi pusat yang mengakibatkan daerah tidak mampu memanfaatkan. potensi dan peluang bisnis di daerah, yaitu dalam hal adanya larangan ekspor sapi dari Gorontalo. Beliau menghadapi hal ini dengan inovasi sampai akhirnya Gorontalo diizinkan melakukan ekspor sapi.
3. Faktor Budaya Organisasi
Terobosan dan inovasi penting yang dilakukan adalah mengubah mentalitas nelayan dengan memperkenalkan budaya kewirausahaan. Nelayan di Gorontalo cenderung mencari ikan ketika sudah tidak mempunyai uang, sedangkan bila uang cukup, mereka akan menikmati hasil sampai uang tersebut habis. Kebiasaan seperti ini tidak mampu meningkatkan kualitas hidup mereka. Terobosan yang dilakukan adalah mengadopsi kebiasaan petani ke kehidupan nelayan. Nelayan diperkenalkan sistem perikanan budidaya yang bersifat cepat menghasilkan yaitu dengan memperkenalkan budidaya rumput laut. Budidaya rumput laut menjadikan nelayan mempunyai keterikatan seperti petani dengan sawahnya. Para nelayan mulai belajar berorganisasi dalam lingkup yang lebih besar.
4. Faktor Endowment Daerah
Faktor endowment daerah berkenaan dengan modal fisik dan modal sosial. Modal fisik berkaitan dengan sumberdaya alam dan infrastruktur daerah, sementara modal sosial berkenaan dengan penduduk, sumberdaya aparatur, nilai budaya yang berkembang dalam masyarakat, sektor swasta, perguruan tinggi, partai politik, dan pers lokal. Terobosan yang dilakukan adalah dengan memanfaatkan faktor endowment daerah untuk meningkatkan produksi pertanian, yaitu dengan memanfaatkan hasil inovasi teknologi pengairan untuk memperluas jangkauan irigasi pertanian lahan kering. •
Daftar Pustaka
- Mardiasmo, 2002. Akuntansi Sektor Publik. Penerbit Andi. Yogyakarta.
- Muhammad, Fadel, 2008. Reinventing Local Government: Pengalaman dari Daerah. Penerbit PT Elex Media Komputindo, Kompas Gramedia. Jakarta.
sumber : www.itjen.kkp.go.id