M E N U L I S
Manusia diberikan anugerah dan rahmat yang sangat luar biasa oleh-Nya. Kita bisa melihat, mendengar dan juga merasakan. Ditambah lagi bisa berpikir dan mengolah semua itu menjadi buah pikir dalam berbagai bentuk karya dan cipta. Entah itu berupa hasil karya seni ataupun karya ilmiah atau hasil kerja. Semua itu adalah hasil dari penggabungan semuanya yang harus kita syukuri.
Kita semua sadar sekali bahwa dengan semua itu juga kita menjalani semua kehidupan ini, sehingga seharusnya kita tidak pernah kehabisan atau mati ide. Kita bisa mendapatkan ide dan inspirasi dari mana saja. Dari apa yang kita lihat, kita dengar, dan kita rasakan. Apalagi dari yang kita pikirkan. Sayangnya, ini semua seringkali diremehkan dan tidak dianggap penting. Melihat pun asal melihat, mendengar pun asal mendengar. Merasakan pun hanya merasakan untuk diri sendiri. Memikirkan pun hanya memikirkan diri sendiri. Inilah yang membuat semua ide itu menjadi hilang dan mati.
Lain bila kita mencoba untuk berusaha melihat segala sesuatunya dari berbagai sisi pandang yang berbeda. Mendengarkan semua suara yang ada. Merasakan semua rasa yang dirasakan oleh semua. Memikirkan juga untuk semua. Ini akan berbeda sekali hasilnya. Kita menjadi lebih netral dan dalam keadaan netral kita akan lebih mudah mengolah semua yang kita terima itu. Hasilnya pun tentu saja akan lebih baik. Di sinilah apa yang disebut dengan ”rasa” itu benar-benar dirasakan.
Bayangkan kita bangun pagi dan melihat pohon serta dedaunan yang dipenuhi dengan tetesan embun pagi. Indah sekali bukan?! Sekarang coba kita putar balik, bagaimana jika kita yang menjadi pepohonan dan dedaunan itu. Apa yang mereka lihat?! Apa yang mereka dengar?! Apa yang mereka rasakan?! Apa yang mereka pikirkan?! Lanjutkan lagi dengan bila menjadi embun, menjadi tanah, menjadi angin, menjadi semua yang ada di sekitar kita itu. Berapa banyak tulisan yang bisa kita buat saat itu?!
Di dalam istilah pengajaran penulisan yang saya buat, saya menyebut ini dengan istilah”menangkap rasa”. Menangkap semua rasa ini memang tidak mudah dilakukan bila kita tidak mau merendahkan hati. Masih terpaku kepada ambisi dan keinginan. Rasa itu sendiri pun menjadi tertutup oleh ego dan nafsu. Apalagi bila sudah ada unsur pembenaran di dalamnya. Semua itu menjadi sebuah rasa yang palsu dan dapat terasa sekali oleh pembaca.
Kenapa?! Menulis itu tidak sembarang menulis. Menulis itu sama saja dengan menaruh roh dan jiwa ke dalam tulisan. Roh dan jiwa itu pula yang bermain dengan setiap yang membacanya. Tulisan yang indah dan hasil dari sebuah kejujuran, dalam bentuk seperti apapun juga akan terasa sekali keindahannya. Selalu memberikan arti dan manfaat bagi pembacanya.
Berbeda sekali dengan tulisan yang penuh dengan ambisi dan ketidaktulusan bukan?! Bisa saja memang itu semua membuat pembaca hanyut dan larut tetapi apalah arti semua itu bila kemudian hanya menjerumuskan saja?! Mau sampai berapa lama bertahan menulis bila dengan cara demikian?! Akan ada masa dan waktunya ide dan inspirasi itu hilang dan mati. Siapa yang sebenarnya dirugikan dalam hal ini?! Diri sendiri tentunya.
Biasakanlah untuk berdoa agar tulisan yang kita buat benar-benar bisa memberikan arti dan manfaat setiap kali mengawali dan mengakhiri membuat tulisan. Berikanlah cinta kepada semua yang ada di sekitar kita agar kita pun mendapatkan cinta dari mereka. Pintu hati yang terbuka akan bisa merasakan betapa indahnya semua itu dan membuat kita menjadi lebih mudah dan lancar dalam menulis. Berterima kasihlah kepada Yang Maha Kuasa dan juga semua yang telah memberikan kita cinta agar diri kita tetap dipenuhi dengan cinta dan ini juga akan membuat kita menjadi lebih tulus dan ikhlas dalam menuliskannya.
Untuk memulai semua ini, biasanya saya menganjurkan murid-murid saya untuk melatih diri selama satu minggu atau tujuh hari. Pada jam dan saat yang sama setiap harinya, menulislah apa yang dilihat, didengar, dan dirasakan saat itu. Apa yang ada di dalam pikiran saat itu. Waktu yang paling baik adalah sebelum pergi keluar rumah. Tidak perlu banyak-banyak, satu paragraf pun sudah cukup. Jangan pikirkan tata bahasa, jangan pula memikirkan bagus atau tidaknya tulisan itu. Tulis saja, ikuti aliran hati dan jiwa.
Jangan pernah membaca tulisan di hari sebelumnya dan lanjutkan sampai tujuh hari itu selesai. Pada hari kedelapan, bacalah semua itu satu persatu dan lakukan introspeksi diri. Dari sana kita bisa melihat apa benar kita sudah melihat semuanya?! Apa benar kita sudah mendengar dengan baik?! Apakah kita sudah bisa merasakan semuanya?! Apakah kita sudah berpikir untuk semua?! Ini bisa dilihat dari sudut pandanga dan juga alur dari penulisannya. Dari sana juga kita bisa melihat arah dan bentuk tulisan kita yang sebenarnya. Deskriptif, naratif, fiksi, reportase, artikel, puisi?! Juga ciri khas dari tulisan kita, karena biasanya penulis memiliki ciri khas masing-masing. Ini bisa dilihat dari pengulangan kata yang digunakan dalam setiap pargrafnya.
Bila kita sudah melakukan penilaian atas semua tulisan kita dengan membaca, lakukan penilaian dengan mendengarkannya. Pada hari berikutnya, mintalah seseorang untuk mebacakan tulisan kita itu, sambil kita menutup mata dan dengarkanlah baik-baik. Apa yang kita lihat seringkali berbeda bila kita mendengarkannya. Penilaian bisa saja berubah. Coba analisa dan introspeksi kembali tulisan kita tersebut. Sebagai sebuah catatan, ciri khas akan lebih mudah kelihatan saat kita mendengarkannya, karena telinga kita lebih sensitif. Kita lebih mudah membedakan mana yang sebenarnya diri kita sendiri dan mana yang bukan.
Untuk mengolah pemikiran kita, cobalah susun tulisan yang sudah dibuat itu membentuk sebuah tulisan baru. Urutannya silahkan dipilih sendiri. Bila sudah diurutkan, lalu baca kembali. Analisa dan introspeksi kembali. Dengarkan kembali tulisan itu dan introspeksi kembali. Ini menjadi sebuah latihan untuk melihat bagaimana sebenarnya alur pemikiran kita. Sudah teraturkah atau masih berantakan?! Alur yang baik selalu ada pembuka, isi, dan juga penutup yang berupa kesimpulan. Ini juga berlaku untuk tulisan puisi, bukan hanya untuk artikel.
Setelah melatih ini semua, cobalah untuk menulis. Selalu pastikan semua indera kita selalu terbuka saat melakukan semua kegiatan agar semua dapat terserap dengan baik oleh diri kita. Olah semuanya dengan pemikiran di kepala dan juga rasakan dengan hati. Tidak akan ada sedetik pun yang terlewatkan tanpa ide. Di mana pun, kapan pun, saat apapun, dengan siapapun, dari siapapun dan untuk apapun. Tidak terpengaruh oleh mood dan situasi. Selama kita hidup, ide akan terus ada dan terus mengalir. Coba, ya!
Semoga semua ini bermanfaat!!!
fer : http://bilikml.wordpress.com/2010/08/16/mau-tidak-kehabisan-dan-mati-ide-menulis/